this my experience

Kegiatan Ramadhan Bersama Kukerta Unri 1433 H Slideshow: Abd’s trip to Pekanbaru was created with TripAdvisor TripWow!
selamat datang di hadie-experience

Jumat, 07 Mei 2021

MASJID AL-MUTTAQIN - Rumah Allah di sudut sana butuh anda

Dikatakan sebagai Masjid tertua yang ada di Desa Lahang Baru dan sudah berpindah tempat dari tempat semula yang disebabkan Rumah Allah ini mulai ditinggal oleh Jamaahnya sendiri (2008). Melihat situasi yang terjadi, pengurus masjid bermufakat untuk memindahkan agar eksistensinya tetap terjaga. Pembangunanpun terus dilaksanakan dengan berbagai rintangan, diantaranya faktor ekonomi masyarakat dan faktor sumberdaya manusianya. Namun pengurus tak pernah patah semangat. Niat ikhlas Lillahi ta'ala utk menjaga syiar islam tetap terjaga di kampung ini pembangunan tetap dilaksanakan meskipun harus merangkak. Alhamdulillah Masjid Al-Muttaqin hari ini bisa dikatakan sudah seperti masjidnya Orang, Rumah Allah yg layak utk beribadah di dalamnya. 

Namun, Allah memang maha pengasih dan penyayang dengan hamba-hambaNya. Meskipun masjid sudah terbangun, kini pengurus masjid harus dipusingkan dengan masalah Memakmurkan Masjid. Menciptakan masjid sebagai sentra pendidikan dan sosial. Kurang pengetahuan masyarakat tentang ajaran Islam menyebabkan jangankan untuk menjadikan masjid sentra pendidikan dan sosial, untuk ibadah sholat jamaa'ah saja orang dari subuh, zuhur, ashar, magrib, dan isya yang mengisinya orang itu-itu juga. Jangankan orang dewasa, anak kecil saja tau siapa petugas-petugas di masjid. 

Harapan dengan tindakan yang kecil terus dilaksanakan pengurus masjid utk mengetuk pintu hati masyarakat agar mau mendatangi panggilan Ilahi dalam 5 kali sehari sehingga masjid yang sudah dibangun bisa bicara banyak dan asma Allah berkumandang dengan gaungnya d kampung ini. Dengan demikian, islam tdak akan pernah kehilangan jati dirinya. Sebab jika masalah ini tidak diperhatikan, yang benar bisa saja suatu saat menjadi asing. 

Hari ini, melalui ramadhan 1442 H, ada beberapa orang yg terketuk hatinya mendatangi panggilan Ilahi. Pengurus hanya berharap dan tetap berusaha agar yang mendapat panggilan ini Istiqomah dan ikut memakmurkan masjid. Namun sebagian hari ini yang terpanggil sudah mulai ada yang berangsur dtulikan dengan panggilan dunia dan nafsunya. Oleh sebab itu, paling tidak melalui tulisan singkat ini kami pun ingin mengetuk pintu-pintu hati kaum muslimin dimana saja berada untuk terlibat dalam membantu memakmurkan rumah Allah di tempat kami yg ada di sudut sini yaitu Masjid Al-Muttaqin. Tidak harus banyak, tapi Insya Allah bisa membantu kami. Kalaupun tidak bisa membantu dengan materi, paling tidak Bpk/ibu dapat membagikan tulisan ini. Kami cuma ingin membantu agar Islam d kmpung ini tetap harum namanya. ان تنصروا الله ينصركم. 

Adapun kgiatan yang ingin kami lakukan jika ada dana 
1. Memberikan bantuan peralatan ibadah kepada jamaah yang ada agar selalu termotivasi datang ke            masjid 
2. Membuka kajian-kajian agama sehingga masyarakat mengenal Islam dan sadar kewajibannya.               Tentunya kajian ini membutuhkan Ustadz shingga dana tersebut kami gunakan utk membayar jasa          Ustadz 
3. Melengkapi sarana ibadah sehingga jamaah betah dan nyaman ketika berada dalam masjid.

Bantuan dapat disalurkan melalui No.rek Bank Rakyat Indonesia (BRI) 5578-01-012154-53-0  Atas nama MESJID AL-MUTTAQIN LAHANG BARU

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1442 H


VIDEO DAN FOTO DAN KEGIATAN DI MASJID AL-MUTTAQIN 





1. Foto Masjid
2. Safari Ramadhan
3. Buka Puasa Bersama

Sabtu, 21 Desember 2013

Fanatisme Kedaerahan dan Etnosentrisme Ancaman bagi NKRI


Di lingkungan perkampungan atau pedesaan saya kerapkali menyaksikan kehidupan masyarakat yang masih begitu kedaerahan. Saya amati dari interaksi sosial antar anggota masyarakatnya memang nampak kompak, seperti halnya adanya kegiatan gotong royong, pengajian rutin, arisan, dan lainnya. Namun yang amat sangat disayangkan adalah sikap fanatik terhadap kelompok (kedaerahan) yang terasa masih begitu kental dalam kehidupan masyarakat tersebut. Sebagai contoh, sikap atau keyakinan warga masyarakat yang menganggap bahwa kelompok/masyarakatnya lebih baik dari kelompok/masyarakat dari luar kampung/desa/daerah-nya. Bahkan terkadang ada beberapa kelompok masyarakat yang menganggap bahwa kelompoknya-lah yang terbaik. Bila ada kelompok masyarakat lain yang nampak mengungguli maka mereka akan berontak, karena tidak mau tersaingi.

Ini membuktikan bahwa di dalam kehidupan masyarakat kita yang demokratis ini ternyata masih saja banyak warga masyarakat ataupun kelompok yang cenderung bersikap etnosentrisme secara berlebih-lebihan. Terlebih lagi dengan adanya otonomi daerah, yang salah satu dampaknya kian membuat masyarakat bersikap fanatik terhadap daerahnya masing-masing. Etnosentrisme sendiri menurut Matsumoto (1996) adalah kecenderungan untuk melihat dunia hanya melalui sudut pandang budaya sendiri. Ada lagi pendapat yang menjelaskan bahwa etnosentrisme merupakan suatu sikap menilai kebudayaan masyarakat lain dengan menggunakan ukuran-ukuran yang berlaku di masyarakatnya.

Sebagai contoh, (maaf) misalkan ada orang dari luar Jogja yang kebetulan bertamu di daerah Jogja, lalu ia makan sambil ngomong dan berdiri atau jalan mondar-mandir. Orang Jogja yang cenderung bersikap etnosentrisme berlebih-lebihan mungkin akan langsung menghujat tamu dari luar daerah tadi yang dirasa berseberangan terhadap budaya masyarakat Jogja. Namun bagi masyarakat yang memiliki sikap etnosentrisme yang fleksibel, tentu akan dengan mudah memahami perbedaan budaya pada individu/kelompok/daerah lain.

Sikap etnosentrisme memang tidak salah, selama pas porsinya, tidak membabi-buta dan tidak berlebih-lebihan. Sikap etnosentrisme justru amat diperlukan untuk menjaga kebutuhan dan kestabilan budaya, mempertinggi semangat patriotisme dan kesetiaan kepada bangsa, serta memperteguh rasa cinta terhadap kebudayaan suatu bangsa. Namun tentu konteksnya kebangsaan, bukan fanatisme kedaerahaan apalagi kelompok. Nah dalam hal ini apabila etnosentrisme infleksibel dan fanatisme kedaerahan terus dibiarkan, tentu akan sangat mengganggu proses integrasi sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Contohnya saja, terjadinya tawuran antar kampung gara-gara masalah pribadi, tawuran antar kampus, konflik antar kelompok agama, dan seterusnya. Tentu kita semua sepakat, tidak ingin konflik-konflik semacam itu terus terjadi hanya gara-gara etnosentrisme yang sempit dan fanatisme kedaerahan bukan?

Saya akan mencoba memberi alternative pemikiran dari Daft (1999), tentang etnorelativisme. Yaitu kepercayaan bahwa semua kelompok, semua budaya dan subkultur pada hakekatnya sama. Dalam etnorelativisme, setiap etnik dinilai memiliki kedudukan yang sama penting dan sama berharganya. Pemikiran Daft tentang etnorelativisme ini mestinya mampu menyadarkan kita semua, bahwa jangan ada lagi fanatisme kedaerahan ataupun etnosentrisme yang sempit dan berlebih-lebihan. Walau sebenarnya pemikiran itu juga sudah terkandung secara umum dalam ideologi negara kita, Pancasila.

Kini bukan lagi saatnya menonjolkan ke-aku-an, ke-suku-an, ataupun ke-kami-an (eksklusif). Bukan pula waktunya mengungul-unggulkan kesukuannya/kelompoknya/daerahnya sendiri. Katakan dengan lantang “KITA ini bangsa INDONESIA. KITA siap bersatu-padu, berbakti dan mengabdi untuk kemajuan dan kejayaan NKRI. Tanpa menonjolkan individu, kelompok ataupun kedaerahan. KITA semua sama setara, tidak ada yang lebih rendah ataupun remeh! KITA siap mengawal NKRI dengan segenap jiwa raga KITA, bangsa Indonesia !”

Minggu, 11 Desember 2011

guru dan administrasi



Administrasi pendidikan merupakan segenap proses pengerahan dan pengintegrasian segala sesuatu, baik personel, spiritual, maupun material yang bersangkut paut dengan pencapaian tujuan pendidikan. Jadi, di dalam proses administrasi pendidikan segenap usaha orang-orang yang terlibat di dalam proses pencapaian tujuan pendidikan itu diintegrasikan, diorganisasikan, dan dikoordonasikan secara efektif dan semua materi yang diperlukan dan yang telah ada dimanfaatkan secara efisien[1]. Artinya, bahwa administrasi pendidikan itu merupakan proses keseluruhan dan kegiatan-kegiatan bersama yang harus dilakukan oleh semua pihak yang terlibat di dalam tugas-tugas pendidikan. Oleh karena itu, administrasi pendidikan seyogyanya harus diketahui bukan hanya oleh kepala sekolah atau pemimpin-pemimpin pendidikan lainnya, tetapi juga harus diketahui dan dijalankan oleh para guru dan pegawai-pegawai sekolah sesuai dengan fungsi dan jabatan masing-masing. Tanpa adanya pengertian bersama, maka sukar untuk menuju tujuan yang telah digariskan[2].

Sebagai salah satu pilar penting dalam administrasi pendidikan, tugas dan kewajiban guru tidak hanya mengajar saja atau menyampaikan keterangan-keterangan dan fakta-fakta dari buku kepada murid, memberi tugas-tugas dan memeriksanya. Namun, selain mengajar di depan kelas, guru juga harus memperhatikan kepentingan-kepentingan sekolah, ikut serta menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi sekolah yang kadang-kadang sangat kompleks sifatnya.

Tokoh-tokoh pendidikan sekarang menekankan kepada gagasan tentang demokrasi dalam hidup sekolah, guru-guru hendaknya didorong untuk ikut serta dalam pemecahan masalah-masalah administratif yang langsung mempengaruhi status profesional guru.
Kegiatan partisipasi guru dalam administrasi pendidikan/sekolah itu antara lain seperti sumbangan-sumbangan guru terhadap perbaikan kesejahteraan guru dan murid, penyempurnaan kurikulum, pilihan buku-buku, dan alat-alat pelajaran, dan sebagainya[3].

Demikianlah tugas guru amat kompleks, guru harus dituntut untuk berpartisipasi dalam administrasi pendidikan di sekolah. Guru harus ikut memperhatikan kepentingan-kepentingan sekolah, baik yang bersifat kurikuler maupun masalah-masalah di luar kurikulum. Suatu pembaruan pendidikan tidak akan mancapai hasil yang diharapkan tanpa melibatkan keikutsertaan guru secara optimal[4].
Ada bermacam-macam kesempatan yang dapat digunakan untuk mengikutsertakan guru dalam administasi pendidikan di sekolah, antara lain:

1. Mengembangkan filsafat pendidikan
2. Memperbaiki dan menyesuaikan perangkat pembelajaran
3. Menentukan dan menyusun tata tertib sekolah
4. Memikirkan usaha-usaha memajukan kesejahteraan sekolah

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa administrasi pendidikan itu bukan sekedar berkaitan dengan tugas pendidikan (guru) dalam menyampaikan materi di depan kelas saja, tetapi mempersoalkan efektivitas keberlangsungan kegiatan belajar dan mengajar[5]  walaupun kita pada umumnya maklum bahwa tugas kewajiban guru yang utama adalah mendidik (mengajar). Tetapi agar tugas guru tersebut mampu mencapai tujuannya, yakni tujuan pendidikan, guru harus melibatkan diri dalam masalah administrasi pendidikan[6].

Hal ini memberikan motivasi bagi penulis untuk meneliti tentang keterlibatan para guru yang mengajar di Mts. Nurul Ikhlas Desa Sungai Raya Kecamatan Batang Tuaka dalam proses administrasi pendidikan yang ada di sekolah tersebut, sehingga penulis memberikan penelitian ini dengan sebuah judul; Partisipasi Guru dalam Administrasi Pendidikan di Mts. Nurul Ikhlas Desa Sungai Raya Kecamatan Batang Tuaka.


[1]Drs.M.Ngalim Purwanto, MP. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2008. Hlm. 4
[2]Ibid., hlm. 5
[3]Ibid., hlm. 144
[4]Drs.B.Subroto. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rhineka Cipta. 2004. hlm 170
[5]Drs.Herabudin, M.Pd. Admnistrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. 2009. hlm. 27
[6]Op cit., hlm. 170