Secara normatif, dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 bab I ketentuan umum, pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah[1].
Jika diperhatikan secara kontekstual isi pasal tersebut, maka tugas guru selain telah terinci diatas, sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dengan kegiatan administrasi, yaitu sebuah kegiatan yang menjalankan tugas-tugas administrasi sistem sekolah yang menyangkut segala rangkaian program kegiatan, baik kegiatan yang terencana maupun kegiatan incidental guna mencapai visi, misi, dan tujuan sekolah yang diinginkan.
Oleh Mujtahid (2010) sebagaimana termuat dalam http://mujtahid.komunitaspendidikan.blogspot.com, peran guru dalam administrasi sekolah termasuk madrasah, dideskripsikban sebagai berikut:
a. Guru sebagai perancang
Untuk tugas-tugas administrative tertentu, guru dapat memerankan diri sebagai administrator. Ketika menjadi seorang “administrator”, tugas guru ialah merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengawasi, dan mengevaluasi program kegiatan dalam jangka pendek, menengah, atau jangka panjang yang menjadi prioritas tujuan sekolah.
Untuk mendukung terpenuhinya kebutuhan utama sekolah, maka tugas guru sebagai perancang yaitu menyusun kegiatan akademik atau kurikulum dan pembelajaran, menyusun kegiatan kesiswaan, menyusun kebutuhan sarana-prasarana dan mengestimasi sumber-sumber pembiayaan operasional sekolah, serta menjalin hubungan dengan orangtua, masyarakat, pemangku kepentingan, dan instansi terkait.
b. Guru sebagai penggerak
Guru juga dikatakan sebagai penggerak, yaitu mobilisator yang mendorong dan menggerakkan sistem organisasi sekolah. Untuk melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual dan kepribadian yang kuat. Kemampuan intelektual misalnya mempunyai jiwa visioner, creator, peneliti, jiwa rasional, dan jiwa untuk maju[2]. Namun, dalam upaya menyesuaikan diri di sekolah, perbaikan dan akuntabilitas, guru di semua tingkatan mengasumsikan kecendrungan peran lebih besar pada tanggungjawab dan kepemimpinan dalam proses perubahan ini[3].
Untuk mendorong dan menggerakkan sistem sekolah yang memang membutuhkan kemampuan brilian tersebut guna mengefektifkan kinerja sumberdaya manusia secara maksimal dan berkelanjutan. Sebab, jika pola ini dapat terbangun secara kolektif dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh guru, maka akan muncul perubahan besar dalam sistem manajemen sekolah yang efektif. Melalui cita-cita dan visi besar inilah guru sebagai agen penggerak diharapkan mempunyai rasa tanggungjawab, rasa memiliki, serta rasa ingin memajukan lembaga sekolahnya sebagai tenda besar dalam mendedikasikan hidup mereka[4].
c. Guru sebagai evaluator
Guru menjalankan fungsi sebagai evaluator, yaitu melakukan evaluasi/penilaian terhadap aktivitas yang telah dikerjakan dalam sistem sekolah. Peran ini penting, karena guru sebagai pelaku utama dalam menentukan pilihan. Pilihan serta kebijakan yang relevan demi kebaikan sistem yan ada di sekolah, baik menyangkut kurikulum, pengajaran, sarana-prasarana, regulasi, sasaran dan tujuan, hingga masukan dari masyakat luas.
Seorang guru harus terus-menerus melakukan evaluasi baik kedalam maupun keluar sekolah guna meningkatkan mutu pendidikan yang baik. Evaluasi kedalam (internal) ditujukan untuk melihat kembali tingkat keberhasilan dan kelemahan yang dihadapi sekolah, misalnya (1) visi, misi, tujuan, dan sasaran, (2) kurikulum, (3) pendidikan dan tenaga kependidikan, (4) dana, sarana-prasarana, regulasi, organisasi, budaya kerja dan atau belajar. Evaluasi keluar ditujukan untuk melihat peluang dan tantangan yang dihadapi sekolah, misalnya (1) menjaga kepercayaan masyarakat, (2) memenuhi harapan orangtua siswa, (3) memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan, (4) memperhatikan dampak iptek dan informasi, dan (5) pengaruh dari lingkungan sosial. Guru sebagai pelaku utama menjadi agen perubahan yang dapat meningkatkan peran administrative tersebut.
d. Guru sebagai motivator
Menurut McDonald seperti yang dikutip M. Sobry Sukinto (2009), motivasi adalah perubahan energi dari dalam diri seseorang yang ditandai munculnya perasaan dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.
Seorang guru seyogyanya memerankan diri sebagai motivator murid-muridnya, teman sejawatnya, serta lingkungannya[5].
e. Guru sebagai pemimpin
Baru-baru ini gerakan reformasi pendidikan, seperti rekonstrukturisasi dan manajemen berbasis sekolah (school site management), telah mempromosikan guru meningkatkan partisipasi dan kepemimpinan dalam proses pembuatan keputusan dari berbagai aspek administrasi sekolah[6]. Reformasi manajemen dan rekonstrukturisasi sekolah termasuk usaha untuk memberi peran yang lebih luas bagi partisipasi guru dan kepemimpinan. Guru saat ini banyak melibatkan diri dalam peran kepemimpinan seperti sebagai mentor, pemimpin tim, pengembang kurikulum, dan pengembangan minat dan bakat, hubungan sekolah dan masyarakat, dan lain-lain. Ini memungkinkan kepemimpinan guru yang lebih besar dalam program perbaikan dan pengembangan sekolah. Gejala ini bermakna kuatnya upaya melibatkan guru dalam proses pembuatan keputusan dan memfasilitasi mereka menjadi pemimpin perubahan. Niclese (1977) mempelajari guru sebagai agen perubahan dan mendukung mereka dalam peran kepemimpinan dalam upaya perubahan itu, dengan empat alasan:
1. Guru mempunyai kepentingan pribadi, mereka peduli dengan apa yang dilakukan dan bagaimana melakukannya, serta memenuhi rasa tanggungjawab atas upayanya
2. Guru memiliki kesadaran untuk mengukir sejarah, dan merekapun sadar akan norma-norma yang dianut oleh rekan-rekannya
3. Guru mengetahui kondisi masyarakat serta mereka memiliki informasi mengenai nilai-nilai dan sikap masyarakat
4. Guru dapat menerapkan perubahan, dan mereka menjadikan perubahan itu sebagai wahana bertindak dalam posisi untuk memulai perubahan terencana atas dasar kebutuhan[7].
A. Administasi Pendidikan (kaitannya dengan partisipasi guru)
Administrasi pendidikan merupakan segenap proses pengerahan dan pengintegrasian segala sesuatu, baik personel, spiritual, maupun material yang bersangkut-paut dengan pencapaian tujuan pendidikan. Jadi, di dalam proses administrasi pendidikan segenap usaha orang-orang yang terlibat dalam proses pencapaian tujuan pendidikan itu diintegrasikan, diorganisasikan, dan dikoordinasikan secara efektif dan semua materi yang diperlukan dan yang telah ada dimanfaatkan secara efisien[8]. Artinya, bahwa administrasi pendidikan itu merupakan proses keseluruhan dan kegiatan-kegiatan bersama yang harus dilakukan oleh semua pihak yang terlibat di dalam tugas-tugas kependidikan. Oleh karena itu, administrasi pendidikan seyogyanya harus diketahui bukan hanya oleh kepala sekolah atau pemimpin-pemimpin pendidikan lainnya, tetapi juga harus diketahui oleh para guru dan pegawai-pegawai sekolah sesuai dengan fungsi dan jabatan masing-masing. Tanpa adanya pengertian bersama, maka sukar untuk menuju tujuan yang telah digariskan[9].
Sebagai salah satu pilar penting dalam administrasi pendidikan, tugas dan kewajiban guru tidak hanya mengajar saja atau menyampaikan keterangan-keterangan dan fakta-fakta dari buku kepada murid, memberi tugas-tugas dan memeriksanya. Namun, selain mengajar di depan kelas, guru juga harus memperhatikan kepentingan-kepentingan sekolah, ikut serta menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi sekolah yang kadang-kadang sangat kompleks sifatnya[10] baik yang bersifat kurikuler maupun masalah-masalah diluar kurikulum[11].
[1]Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen
[2]Prof.Dr.Sudarwan Danim dan Dr.H.Khairil. Profesi Kependidikan. Bandung: Alfabeta, cv. 2010. Hlm. 45
[3]Prof.Dr.Sudarwan Danim. Kepemimpinan Pendidikan. Bandung: Alfabeta, cv. 2010. Hlm. 176
[4]Loc cit., hlm. 46
[5]Prof.Dr.Sudarwan Danim dan Dr.H.Khairil. Profesi Kependidikan. Bandung: Alfabeta, cv. 2010. Hlm. 46
[6]Prof.Dr.Sudarwan Danim. Kepemimpinan Pendidikan. Bandung: Alfabeta, cv. 2010. Hlm. 192
[7]Ibid., hlm. 192-193
[8]Drs.M.Ngalim Purwanto, MP. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2008. Hlm. 4
[9]Ibid., hlm 5
[10]Ibid., hlm 144
[11]Drs.B.Subroto. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rhineka cipta. 2004. Hlm. 170